Masjid Al-Aqsa yang merupakan Masjid tersuci ke-3 umat Islam laksana
seorang gadis cantik yang selalu menjadi rebutan dunia. Berbicara soal
Masjid Al-Aqsa tentu tidak akan pernah terlepas dari sejarah perebutan
kekuasaan di Jerussalem. Penguasa demi penguasa silih berganti
memperebutkan otoritas di kota suci ini. Pada 1095 M, Kaisar Bizantium
meminta bantuan Paus Urbanus II di Roma untuk melawan tentara Seljuk di
Semenanjung Anatolia. Di hadapan para pembesar dan umat Kristiani di
Clermont, Paus Urbanus menjawab dengan seruan Perang Salib. Tidak saja
untuk melawan Seljuk, melainkan untuk menaklukkan Yerusalem dari umat
Muslim.
Kendati berada di jantung dunia Muslim, Jerussalem rentan
jatuh ke tangan tentara Salib. Stabilitas politik di dunia Muslim pada
masa itu sudah kurang menguntungkan. Konflik terus-menerus antara Seljuk
dan Fatimiyah membuat posisi pertahanan Jerussalem rentan. Tentara
Salib menaklukkan Jerussalem pada 1099 M saat kota itu baru saja direbut
Fatimiyah dari Bani Seljuk. Pada 15 Juli 1099 M, tentara Salib berhasil
menguasai kota itu.
Penaklukan tentara Salib mencatatkan tragedi paling mengerikan yang pernah disaksikan Masjid Al-Aqsa. Sebagian besar penduduk Muslim melarikan diri ke masjid untuk mencari keselamatan. Tak peduli situs suci atau tidak, tentara Salib masuk dan membantai semua penduduk Muslim di sana. Pembantaian itu menewaskan ribuan Muslim, seperti disebut Karen Arsmtrong, “darah menggenang sampai lutut”. “Di mana-mana tercecer potongan-potongan tubuh manusia, badan tanpa kepala dan bagian-bagian tubuh yang dimutilasi, terserak-serak di segala penjuru,” tambah Montefiore. Setelah menguasai Jerussalem, Godfrey menjadikan Masjid Al-Aqsa sebagai tempat tinggal. Interior masjid direnovasi menjadi sebuah istana dengan dinding-dinding baru, kebun-kebun istana, dan kamar-kamar anggota kerajaan. Semua simbol keIslaman ditutup. Qubbat As-Sakhrah (Dome of the Rock) yang terletak beberapa ratus meter dari Masjid Al-Aqsa pun mengalami nasib serupa. Bangunan dari Dinasti Umayyah itu diubah menjadi gereja.
Pada masa itu umat Muslim dilarang memasuki kota suci Jerussalem. Al-Aqsa sunyi dari lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan kumandang Adzan. Upaya umat merebut kembali Jerussalem dari cengkeraman Pasukan Salib dilakukan berulang kali. Tapi selalu gagal. Majid Irsan Al Kilani mengulas fenomena kegagalan ini dalam Hakadza Zhahara li Shalahiddin wa Hakadza Mat al-Quds. Kesimpulannya, umat Islam memang pantas kalah. Masjid Al-Aqsa baru kembali ke tangan Muslim di bawah komando Sultan Shalahuddin al-Ayyubi pada 1187 M. Menaklukkan Jerussalem, Shalahuddin masuk ke gerbang kota dengan damai. Tak ada pembantaian warga sipil. Sultan Ayyubiyah ini menjamin keselamatan dan kebebasan beribadah semua pemeluk agama. Terkecuali, pasukan Salib yang dia minta keluar dari kota. Hal pertama yang dilakukan Shalahuddin saat memasuki Jerussalem adalah mencopot tiang salib dari atas Qubbat As-Sakhrah (Kubah Batu).
Carole Hillenbrand dalam The Crusade: Islamic Perspective mengisahkan,
sebuah salib besar dipancangkan di atas kubah batu pada masa penaklukkan
Jerussalem oleh kaum Frank. Mereka menghiasi Al-Aqsa yang saat itu
berstatus sebagai istana dengan patung, altar, dan gambar-gambar
kekristenan seperti gambar Bunda Maria. “Ketika kaum Muslim memasuki
kota itu, pada hari Jumat, sekelompok orang naik ke puncak kubah untuk
menurunkan salib itu. Ketika mereka telah tiba di puncak kubah, semua
orang berteriak bersama-sama,” kenang Hillenbrand. Pada saat itu seluruh
bangunan yang ada di dalam komplek Al-Haram Asy-Syarif (Tanah Suci Yang
Mulia) dikembalikan kepada fungsinya masing-masing seperti semula. Umat
Islam kembali beribadah dan memenuhi Masjid Al-Aqsa.
Tentara
Salib berulang kali mencoba merebut kembali Jerussalem dari tangan
Shalahuddin, tetapi selalu teratasi. Hingga kematian Sultan Shalahuddin
pada 1193 M, Dinasti Ayyubiyah masih menguasai Jerussalem. Pada masa
Kesultanan Mamluk, semangat Perang Salib mulai mereda. Mamluk melakukan
beberapa renovasi di kompleks Al-Haram Asy-Syarif (Tanah Suci Yang
Mulia). Sekolah-sekolah fikih dibangun. Muslim dari berbagai belahan
dunia seperti Afrika, Persia, dan bahkan India berbondong-bondong ke
Jerussalem. Seorang ulama masyur, Ibnu Taimiyah, menulis sebuah risalah
singkat tentang keutamaan mengunjungi Masjid Al-Aqsa lengkap beserta
adab dan doa-doa ketika hendak memasukinya.
Memasuki awal abad
ke-16, kekuatan baru muncul di belahan timur dunia Islam, ialah
Kekaisaran Osmaniyah Turki. Pada masa Kekaisaran Osmaniyah Turki,
Al-Aqsa terus menjadi magnet dari masa ke masa. Pada tahun 1513 M,
Sultan Selim I mulai merebut beberapa wilayah kekuasaan Mamluk. Tiga
tahun kemudian, Jerussalem dikuasai oleh Turki lewat penyerahan secara
damai. Pada masa ini, Jerussalem mengalami kebangkitan baru. Sultan
Turki mengirim gubernur, tentara, dan administrator untuk mengelola
kota. Masjid Al-Aqsa mengalami rekonstruksi dan perbaikan. Selama
pemerintahan putra Sultan Selim I, Sultan Sulaiman Al-Qanuni, banyak
bagian Al-Aqsa yang direnovasi, kehidupan di tanah Jerussalem aman
sejahtera dan rakyat hidup damai dalam perbedaan dibawah naungan
Khilafah (sistim pemerintahan Islam).
sumber gambar : google.com
Belum ada tanggapan untuk "KISAH AL-AQSA YANG PERNAH DIJADIKAN SEBAGAI ISTANA PASUKAN SALIB"
Post a Comment